Makalah Pajak - Teori Dan Yurisdiksi Pemungutan Pajak
Makalah Pajak - Teori Dan Yurisdiksi Pemungutan Pajak
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Istilah pajak dalam
sejarah dunia ini telah dikenal masyarakat sejak zaman dahulu. Bebagai jenis
sistem pemerintahan yang ada seperti kerajann, monarki, dll memliki istilah dan
peraturan tentang pajak walaupun dalam bahasa yang berbeda-beda. Sejalan dengan
perkembangan zaman, pajak pun terus berkembang, temasuk pengertian, fungsi,
tujuan, teknis ,dan teori tentang pajak serta pemungutan pajak.
Dalam makalah ini
kami jelaskan dan paparkan tentang teori-teori pemungutan pajak. Teori
pemungutan pajak, seperti yang telah dipaparkan di atas, bukanlah barang baru
di dunia perpajakan. Adam Smith, yang disebut-sebut sebagai bapak ekonomi, pun
telah memaparkan teori pemungutan pajak dalam bukunya “An Inquiry into the nature and causes of Th Wealth of Nations”
dalam The Four Maxim pada abad ke-18.
Selain itu, yurisdiksi pemungutan pajak juga akan diterangkan dalam makalah
ini.
Mengingat pentingnya pemungutan pajak ini, patut
kiranya penduduk Indonesia mengetahui teori – teori pemungutan pajak dan
yurisdiksi pemungutan pajak agar potensi pajak dapat tercapai dan tertanam
kesadaran wajib pajak.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan kami bahas
dalam makalah ini meliputi :
a.
Apa saja
teori tentang pemungutan pajak ?
b.
Apa saja
yurisdiksi pemungutan pajak ?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini, antara
lain adalah :
a. Untuk
memenuhi tugas dari Dosen Pengantar Perpajakan
b. Untuk
mengetahui apa saja teori tentang pemungutan pajak
c. Untuk
mengetahui apa saja yurisdiksi pemungutan pajak
D. Manfaat
Makalah ini dapat bermanfaat untuk menambah
dan memperdalam ilmu pengetahuan tentang teori – teori dan yurisdiksi
pemungutan pajak.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori-Teori Pemungutan Pajak
Dari
abad ke abad, selalu timbul pertanyaan di dalam hati sanubari orang-orang yang
berpikir panjang apa dasar hukum pemungutan pajak, maka ada kewajiban membayar
pajak, dengan perkataan lain : atas dasar apakah Negara seakan-akan memberikan
hak kepada diri sendiri untuk membebani rakyat dengan yang disebut pajak itu.
Dan apakah pemungutan pajak oleh suatu Negara berdasar pula atas dasar
keadilan? Oleh sebab itu, semenjak abad ke-18 timbulah pelbagai teori guna
memberikan dasar menyatakan keadilan
(justification) kepada hak Negara untuk memungut pajak dari rakyatnya.
Teori-teori didengung-dengupara ngkan selalu oleh
pencipta beserta penganutnya kepada khalayak ramai dengan maksud agar segala
peraturan yang brhubungan dengan pajak dipahami dan ditaati. Semua teori tadi
agar dapat dipahami oleh masyarakatnya, sudah tentu harus sesuai dengan
pandangan hidup pada zaman-zaman itu. Sehingga masing-masing teori itu bersifat
relatif yang dibela mati-matian.
Untuk
memberi uraian yang lebih jelas, berikut ini kami paparkan teori-teori
pemungutan pajak.
1. Teori asuransi
Menurut teori ini, negara mempunyai tugas untuk melindungi warganya
dari segala kepentingannya baik keselamatan jiwanya maupun keselamatan harta
bendanya. Untuk perlindungan tersebut diperlukan biaya seperti layaknya dalam
perjanjian asuransi deiperlukan adanya
pembayaran premi. Pembayaran pajak ini dianggap
sebagai pembayaran premi kepada negara. Teori ini banyak ditentang karena
negara tidak boleh disamakan dengan perusahaan asuransi.
Ada beberapa kekurangan
dalam teori ini.
a.
Dalam hal timbul kerugian,
tidak ada suatu penggantian dari Negara.
b.
Antara pembayaran jumlah pajak
dengan jasa yang diberikan oleh Negara tidak terdapat hubungan yang langsung.
c.
Negara bisa menjadi otoriter
sehingga mengabaikan aspek keadilan dalam pemungutan pajak.
Meskipun seperti itu, teori ini dipertahankan oleh para
penganutnya sekadar untuk memberikan dasar hukum kepada pemungutan pajak saja.
Hal ini menimbulkan ketidakpuasan. Sehinga makin lama makin berkuranglah jumlah
penganut teori ini.
2. Teori Kepentingan
Menurut teori ini, dasar pemungutan pajak adalah adanya kepentingan
dari masing-masing warga negara. Termasuk kepentingan dalam perlindungan jiwa
dan harta. Semakin tinggi tingkat kepentingan perlindungan, maka semakin tinggi
pula pajak yang harus dibayarkan. Teori ini banyak ditentang, karena pada
kenyataannya bahwa tingkat kepentingan perlindungan orang miskin lebih tinggi daripada orang
kaya. Ada perlindungan jaminan sosial, kesehatan, dan lain-lain. Bahkan orang yang
miskin justru dibebaskan dari beban pajak.
Meskipun
teori ini masih berlaku pada retribusi,sukar pula dipertahanakan sebab seorang
miskin dan penganggur yang memperoleh bantuan dari pemerintah menikmati banyak
sekali jasa dari pekerjaan Negara, tapi justru mereka tidak membayar pajak.
3. Teori Gaya Pikul
Teori ini pada hakikatnya mengandung kesimpulan bahwa dasar keadilan
pemungutan pajak terletak dalam jasa-jasa yang diberikan oleh Negara kepada
warganya, yaitu perlindungan atas jiwa dan harta bendanya. Untuk kebutuhan ini
diperlukan biaya-biaya yang dipikul oleh segena orang yang menikmati
perlindungan itu, yaitu dalam bentuk pajak. Yang menjadi pokok pangkal teori ini yaitu tekanan pajak
itu haruslah sama beratnya untuk setiap orang (asas keadilan). Pajak harus
dibayar menurut gaya pikul seseorang, dan sekadar untuk mengukur gaya pikul ini,
dapatlah dipergunakan, selain besarnya penghasilan dan kekayaan, juga
pengeluaran atau pembelanjaan seseorang. Hingga kini teori ini masih
dipertahankan oleh kebanyakan sarjana hukum terkemuka dalam lapangan hukum
pajak.
Menurut Profesor W. J de
langen, asas gaya pikul menjelmakan cita-cita untuk mendapatkan tekanan yang
sama atas individu, seimbang dengan pemuasan kebutuhan yang dapat dicapai oleh
seseorang. Oleh karena itu pemuasan kebutuhan yang diperlukan untuk kehidupan
yang mutlak harus diabaikan dan sisanya inilah yang disamakan dengan gaya pikul
seseorang.
Kelemahan
teori ini adalah sulitnya menentukan secara tepat daya pikul seseorang, karena
akan selalu berbeda dan berubah-ubah.
4. Teori Kewajiban Pajak atau
teori bakti
Berlawanan
dengan ketiga teori lainnya, yang tidak mengutamakan kepentingan-kepentinagn
Negara di atas kepentingan warganya, maka teori ini berdasarkan atas paham Organische Staatsleer, sehingga
diajarkanlah olehnya bahwa justru karena sifat Negara inilah maka timbul hak
mutlak untuk memngut pajak. Teori ini didasari paham organisasi yang
mengajarkan bahwa Negara sebagai organisasi mempunyai tugas untuk
menyelenggarakan kepentingan umum. Dasar keadilan
pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat dapat negaranya. Sebagai warga
negara yang berbakti, rakyat harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak
adalah sebagai suatu kewajiban Negara harus
mengambil tindakan atau keputusan yang diperlukan termasuk keputusan dibidang
pajak. Dengan sifat seperti itu maka Negara mempunyai hak mutlak untuk memungut
pajak dan rakyat harus membayar pajak sebagai tanda baktinya. Menurut teori
ini, dasar hukum pajak terletak pada hubungan antara rakyat dengan Negara,
dimana Negara berhak memungut pajak dan rakyat berkewajiban membayar pajak.
Kelemahan
dari teori ini adalah Negara bisa menjadi otoriter sehinggga mengabaikan aspek
keadilan dalam pemungutan pajak.
.
5. Teori Asas Gaya Beli
Teori ini modern; ia
tidak mempersoalkan asal-mulanya Negara memungut pajak, melainkan hanya melihat
kepada efeknya, dan dapat memandang efek yang baik itu sebagai dasar keadilannya.
Menurut teori ini maka fungsi pemungutan pajak jika dipandangnya sebagai gejala
dalam masyarakat, dapat disamakan dengan pompa, yaitu mengambil gaya beli dari
rumah tangga-rumah tangga dalam masyarakat untuk rumah tangga Negara, dan
kemudian menyalurkan kembali ke masyarakat dengan maksud untuk memelihara hidup
masyarakat dan untuk membawanya ke arah hidup tertentu teori ini
menitikberatkan ajarannnya pada fungsi kedua dari pemungutan pajak yaitu fungsi
mengatur. Menurut para penganutnya, termasuk juga professor Adriani, teori ini
berlaku sepanjang masa, baik dalam masa ekonomi bebas maup ekonomi terpimpin.
Tidak demikian dengan teori sebelumnya yang hanya berlaku selama masa tertentu
saja.
Pada zaman modern ini,
banyak terdapat aliran yang tidak menyetujui adanya teori-teori untuk memberi
dasar keadilan kepada hak Negara untuk memungut pajak. Mereka menyandarkannya
atas dasar pertimbangan praktis, seperti kita lihat pada asas teori gaya beli
dan seharusnya tidak menyimpang dari asas keadilan. Hanya apabila sangat
diperlukan, barulah mereka menunjuk kepada sejarah atau mencarikan dasar
keadilan untuk pemungutan suatu pajak
Dasar keadilan terletak
pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya memungut pajak berarti menarik
daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara. Selanjutnya
negara akam menyalurkannya kembali ke masyarakat dalam bentuk pemeliharaan
kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian kepentingan seluruh masyarakat lebih
diutamakan
6. Teori pembangunan
Untuk Indonesia
justifikasi pemungutan pajak yang paling tepat adalah pembangunan dalam arti
masyarakat yang adil dan makmur.
- Yurisdiksi Pemungutan Pajak
1.
Asas domisili atau disebut juga asas
kependudukan (domicile/residence principle), berdasarkan asas ini negara akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan
yang diterima atau diperoleh orang
pribadi atau badan, apabila untuk
kepentingan perpajakan, orang pribadi tersebut merupakan penduduk (resident)
atau berdomisili di negara itu atau apabila badan yang bersangkutan
berkedudukan di negara itu. Dalam kaitan ini, tidak dipersoalkan dari mana
penghasilan yang akan dikenakan pajak itu berasal. Itulah sebabnya bagi negara
yang menganut asas ini, dalam sistem pengenaan pajak terhadap penduduk-nya akan
menggabungkan asas domisili (kependudukan) dengan konsep pengenaan pajak atas
penghasilan baik yang diperoleh di negara itu maupun penghasilan yang diperoleh
di luar negeri (world-wide income concept).
2.
Asas sumber, Negara yang menganut asas
sumber akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau
diperoleh orang pribadi atau badan hanya apabila penghasilan yang akan
dikenakan pajak itu diperoleh atau diterima oleh orang pribadi atau badan yang
bersangkutan dari sumber-sumber yang berada di negara itu. Dalam asas ini,
tidak menjadi persoalan mengenai siapa dan apa status dari orang atau badan
yang memperoleh penghasilan tersebut sebab yang menjadi landasan penge¬naan
pajak adalah objek pajak yang timbul atau berasal dari negara itu.
Contoh: Tenaga
kerja asing bekerja di Indonesia maka dari penghasilan yang
didapat di Indonesia akan dikenakan pajak olehpemerintah Indonesia.
3.
Asas kebangsaan atau asas nasionalitas
atau disebut juga asas kewarganegaraan (nationality/citizenship principle).Dalam
asas ini, yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah status kewarganegaraan
dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan. Berdasarkan asas ini,
tidaklah menjadi persoalan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak
berasal. Seperti halnya dalam asas domisili, sistem pengenaan pajak berdasarkan
asas nasionalitas ini dilakukan dengan cara mengga¬bungkan asas nasionalitas
dengan konsep pengenaan pajak atas world wide income.
Terdapat beberapa perbedaan prinsipil antara asas domisili atau
kependudukan dan asas nasionalitas atau kewarganegaraan di satu pihak, dengan
asas sumber di pihak lainnya.Pertama, pada kedua asas yang disebut
pertama, kriteria yang dijadikan landasan kewenangan negara untuk mengenakan
pajak adalah status subjek yang akan dikenakan pajak, yaitu apakah yang
bersangkutan berstatus sebagai penduduk atau berdomisili (dalam asas domisili)
atau berstatus sebagai warga negara (dalam asas nasionalitas). Di sini, asal
muasal penghasilan yang menjadi objek pajak tidaklah begitu penting. Sementara
itu, pada asas sumber, yang menjadi landasannya adalah status objeknya, yaitu
apakah objek yang akan dikenakan pajak bersumber dari negara itu atau tidak.
Status dari orang atau badan yang memperoleh atau menerima penghasilan tidak
begitu penting. Kedua, pada kedua asas yang disebut pertama, pajak akan
dikenakan terhadap penghasilan yang diperoleh di mana saja (world-wide income),
sedangkan pada asas sumber, penghasilan yang dapat dikenakan pajak hanya
terbatas pada penghasilan-penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber yang
ada di negara yang bersangkutan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah
kami jelaskan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa macam teori – teori pemungutan pajak, antara lain adalah
teori asuransi, teori kepentingan, teori gaya pikul, teori kewajiban pajak
mutlak atau teori bakti, teori asas gaya beli, dan teori pembangunan . Sementara itu, yurisdiksi
pemungutan pajak meliputi asas domisili atau disebut
juga asas kependudukan, asas sumber, dan asas kebangsaan atau asas nasionalitas atau disebut juga asas
kewarganegaraan.
B. Saran
Makalah ini masih mempunyai banyak
kekurangan baik dalam hal isi
maupun bahasa, sehingga membutuhkan peran serta
pembaca untuk memberikan kritik dan masukan.
DAFTAR
PUSTAKA
Brotodihardjo, Santoso. 2004. Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Bandung : Refika Aditama
Edhi, Djaka saranita S. 2003. Dasar Dasar Perpajakan di Indonesia. Jakarta : BPPK
Nainngolan, Pahala. 2004. Perpajakan untuk Yayasan dan Lembaga Nirlaba Sejenis. Jakarta : CV.
Teruna Grafica
http://lib.atmajaya.ac.id/default.aspx?tabID=61&src=k&id=33602
Sebagai salah satu situs judi poker terbaik dan terpercaya tentunya POKERBET88 memiliki kualitas GAME yang cukup baik dengan tampilan yang sangat luar biasa keren dengan kecepatan server yang super cepat.
BalasHapus