Proses Upaya Hukum Wajib Pajak
Upaya-Upaya Hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak adalah sebagai berikut:
Proses Keberatan (Hak Wajib Pajak) (klik gambar untuk memperjelas)
Proses Permohonan Banding (Hak Wajib Pajak)
(klik gambar untuk memperjelas)
Proses Permohonan Gugatan (Hak Wajib Pajak)
(klik gambar untuk memperjelas)
Upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak
1. Upaya Hukum di Direktorat Jenderal Pajak
a. Pembetulan
Pasal 1 angka 33 Undang-Undang KUP mendefinisikan Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, atau Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga.
b. Keberatan
Keberatan merupakan upaya hukum dalam ranah hukum administrasi. Keberatan sering disebut dengan kuasi peradilan karena sebenarnya keberatan adalah upaya hukum atau proses peradilan tetapi dilaksanakan masih di dalam DJP yang merupakan ranah eksekutif bukan yudikatif. Jika dalam pembetulan karena adanya kesalahan atau kekeliruan yang bersifat manusiawi maka dalam keberatan memang ada sengketa antara Wajib Pajak dengan fiskus terhadap materi ketetapan pajak.
c. Upaya Hukum Dalam Pasal 36 Ayat (1) Undang-Undang KUP
Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Dirjen Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat:
1) mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya;
2) mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak yang tidak benar;
3) mengurangkan atau membatalkan STP sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 yang tidak benar; atau
4) membatalkan hasil pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa:
a) penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan; atau
b) pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak.
d. Upaya Hukum Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang KUP Berdasarkan Permohonan Wajib Pajak
Dirjen Pajak atas permohonan Wajib Pajak dapat mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya. Sanksi administrasi yang dapat dikurangkan atau dihapuskan berdasarkan permohonan Wajib Pajak meliputi:
1) sanksi administrasi yang tercantum dalam surat ketetapan pajak, kecuali sanksi administrasi yang tercantum dalam SKPKB yang diterbitkan berdasarkan ketentuan Pasal 13A Undang-Undang KUP.
2) sanksi administrasi yang tercantum dalam STP yang terkait dengan penerbitan surat ketetapan pajak, kecuali sanksi administrasi yang tercantum dalam STP yang diterbitkan berdasarkan Pasal 25 ayat (9) dan Pasal 27 ayat (5d) Undang-Undang KUP.
3) sanksi administrasi yang tercantum dalam STP selain STP sebagaimana dimaksud pada huruf b.
4) Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi tersebut berlaku juga untuk denda administrasi Pajak Bumi dan Bangunan.
e. Pencabutan Permohonan Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang KUP oleh Wajib Pajak
Wajib Pajak dapat melakukan pencabutan terhadap surat permohonan yang telah disampaikan kepada Dirjen Pajak sebelum diterbitkan SK terkait permohonan Wajib Pajak. Pencabutan terhadap surat permohonan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1) pencabutan harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dan dapat mencantumkan alasan pencabutan;
2) pencabutan harus disampaikan ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar; dan
3) surat pencabutan ditandatangani oleh Wajib Pajak dan dalam hal surat pencabutan ditandatangani bukan oleh Wajib Pajak, surat pencabutan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang KUP.
Wajib Pajak yang melakukan pencabutan terhadap surat permohonan, Wajib Pajak tidak berhak untuk mengajukan kembali permohonan yang sama dengan jenis permohonan yang dicabut.
f. Upaya Hukum Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang KUP Secara Jabatan
Dirjen Pajak karena jabatan dapat:
1) mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya;
2) mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak yang tidak benar;
3) mengurangkan atau membatalkan STP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 Undang-Undang KUP yang tidak benar; atau
4) membatalkan surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan atau verifikasi yang dilaksanakan tanpa:
a) penyampaian SPT hasil pemeriksaan atau SPT hasil verifikasi; dan/atau
b) pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak.
2. Upaya Hukum di Direktorat Jenderal Pajak
a. Banding
Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak atas SK Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1). Jika Wajib Pajak masih belum merasa puas dengan SK Keberatan maka Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak.
b. Gugatan
Gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung Pajak terhadap pelaksanaan penagihan Pajak atau terhadap keputusan yang dapat diajukan Gugatan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
c. Peninjauan Kembali
Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap. Namun demikian pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung.
1. Upaya Hukum di Direktorat Jenderal Pajak
a. Pembetulan
Pasal 1 angka 33 Undang-Undang KUP mendefinisikan Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, atau Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga.
b. Keberatan
Keberatan merupakan upaya hukum dalam ranah hukum administrasi. Keberatan sering disebut dengan kuasi peradilan karena sebenarnya keberatan adalah upaya hukum atau proses peradilan tetapi dilaksanakan masih di dalam DJP yang merupakan ranah eksekutif bukan yudikatif. Jika dalam pembetulan karena adanya kesalahan atau kekeliruan yang bersifat manusiawi maka dalam keberatan memang ada sengketa antara Wajib Pajak dengan fiskus terhadap materi ketetapan pajak.
c. Upaya Hukum Dalam Pasal 36 Ayat (1) Undang-Undang KUP
Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Dirjen Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat:
1) mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya;
2) mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak yang tidak benar;
3) mengurangkan atau membatalkan STP sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 yang tidak benar; atau
4) membatalkan hasil pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa:
a) penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan; atau
b) pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak.
d. Upaya Hukum Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang KUP Berdasarkan Permohonan Wajib Pajak
Dirjen Pajak atas permohonan Wajib Pajak dapat mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya. Sanksi administrasi yang dapat dikurangkan atau dihapuskan berdasarkan permohonan Wajib Pajak meliputi:
1) sanksi administrasi yang tercantum dalam surat ketetapan pajak, kecuali sanksi administrasi yang tercantum dalam SKPKB yang diterbitkan berdasarkan ketentuan Pasal 13A Undang-Undang KUP.
2) sanksi administrasi yang tercantum dalam STP yang terkait dengan penerbitan surat ketetapan pajak, kecuali sanksi administrasi yang tercantum dalam STP yang diterbitkan berdasarkan Pasal 25 ayat (9) dan Pasal 27 ayat (5d) Undang-Undang KUP.
3) sanksi administrasi yang tercantum dalam STP selain STP sebagaimana dimaksud pada huruf b.
4) Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi tersebut berlaku juga untuk denda administrasi Pajak Bumi dan Bangunan.
e. Pencabutan Permohonan Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang KUP oleh Wajib Pajak
Wajib Pajak dapat melakukan pencabutan terhadap surat permohonan yang telah disampaikan kepada Dirjen Pajak sebelum diterbitkan SK terkait permohonan Wajib Pajak. Pencabutan terhadap surat permohonan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1) pencabutan harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dan dapat mencantumkan alasan pencabutan;
2) pencabutan harus disampaikan ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar; dan
3) surat pencabutan ditandatangani oleh Wajib Pajak dan dalam hal surat pencabutan ditandatangani bukan oleh Wajib Pajak, surat pencabutan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang KUP.
Wajib Pajak yang melakukan pencabutan terhadap surat permohonan, Wajib Pajak tidak berhak untuk mengajukan kembali permohonan yang sama dengan jenis permohonan yang dicabut.
f. Upaya Hukum Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang KUP Secara Jabatan
Dirjen Pajak karena jabatan dapat:
1) mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya;
2) mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak yang tidak benar;
3) mengurangkan atau membatalkan STP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 Undang-Undang KUP yang tidak benar; atau
4) membatalkan surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan atau verifikasi yang dilaksanakan tanpa:
a) penyampaian SPT hasil pemeriksaan atau SPT hasil verifikasi; dan/atau
b) pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak.
2. Upaya Hukum di Direktorat Jenderal Pajak
a. Banding
Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak atas SK Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1). Jika Wajib Pajak masih belum merasa puas dengan SK Keberatan maka Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak.
b. Gugatan
Gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung Pajak terhadap pelaksanaan penagihan Pajak atau terhadap keputusan yang dapat diajukan Gugatan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
c. Peninjauan Kembali
Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap. Namun demikian pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung.
Posting Komentar untuk "Proses Upaya Hukum Wajib Pajak"