Pemotong PPh Pasal 23
Pemotong PPh Pasal 23
Wajib Pajak Pemotong PPh Pasal 23 yang ditetapkan dalam Pasal 23 Undang-undang Pajak Penghasilan adalah:
a. badan pemerintah
b. subjek pajakbadan dalam negeri,
c. penyelenggara kegiatan,
d. bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya
e. Orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri dapat ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak.
Khusus Wajib Pajak Orang pribadi yang ditunjuk sebagai pemotong PPh Pasal 23, diperlukan surat penunjukan oleh Kepala KPP tempat terdaftar dan hanya untuk transaksi persewaan tanah dan bangunan sebagaimana diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-50/PJ./1994, tentang Penunjukan Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri Tertentu Sebagai Pemotong PPh Pasal 23, Wajib Pajak orang pribadi yang ditunjuk adalah:
a. Akuntan, Arsitek, Dokter, Notaris, Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT) kecuali PPAT tersebut adalah Camat.
b. Pengacara, dan Konsultan, yang melakukan pekerjaan bebas;
c. Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan;
yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak dalam negeri
Ilustrasinya adalah sebagai berikut:
a. badan pemerintah
b. subjek pajakbadan dalam negeri,
c. penyelenggara kegiatan,
d. bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya
e. Orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri dapat ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak.
Khusus Wajib Pajak Orang pribadi yang ditunjuk sebagai pemotong PPh Pasal 23, diperlukan surat penunjukan oleh Kepala KPP tempat terdaftar dan hanya untuk transaksi persewaan tanah dan bangunan sebagaimana diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-50/PJ./1994, tentang Penunjukan Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri Tertentu Sebagai Pemotong PPh Pasal 23, Wajib Pajak orang pribadi yang ditunjuk adalah:
a. Akuntan, Arsitek, Dokter, Notaris, Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT) kecuali PPAT tersebut adalah Camat.
b. Pengacara, dan Konsultan, yang melakukan pekerjaan bebas;
c. Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan;
yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak dalam negeri
Ilustrasinya adalah sebagai berikut:
Objek Dan Tarif PPh Pasal 23
Berdasarkan Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang PPh ditetapkan penerapan tarif PPh Pasal 23 dan objek pemotongan PPh Pasal 23 sebagai berikut:
(1) Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap,atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan:
a. sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas:
1) dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPh;
2) bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f UU PPh;
3) royalti; dan
4) hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf e UU PPh;
b. dihapus;
c. sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas:
1) sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecualisewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telahdikenai Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh; dan
2) imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
Pasal 23 ayat (4) Undang-undang PPh mengatur pengecualian dari pemotongan / pemungutan PPh Pasal 23, yaitu:
(4) Pemotongan pajak PPh pasal 23, tidak dilakukan atas:
a. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;
b. sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi;
c. dividen yang dikecualikan sebagai objek PPh (Pasal 4 ayat (3) huruf f UU PPh) dan dividen yang diterima oleh orang pribadi yang telah dikenakan PPh Final (Pasal 17 ayat (2c) UU PPh);
d. bagian laba bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif (Pasal 4 ayat (3) huruf I UU PPh);
e. sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;
f. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Tatacara pengenaan PPh Pasal 23 mengalami penyederhanaan sejak diberlakukannya Undang-undang perubahan UU PPh yang keempat, yaitu Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008. Dalam aturan sebelumnya pengenaan PPh Pasal 23 dibagi menjadi dua bagian, yaitu dikenakan sebesar 15% dari perkiraan penghasilan bruto dan dikenakan dengan tarif 15% dari perkiraan penghasilan neto. Aturan ini menjadi rumit karena masing-masing sumber panghasilan memiliki perkiraan penghasilan neto yang berbeda-beda. Sehingga meskipun tarif tunggal 15%, namun karena perkiraan penghasilan neto yang ditetapkan berbeda-beda, maka menimbulkan tarif efektif yang beraneka ragam.
Menurut perubahan keempat Undang-undang PPh, Tarif pemotongan PPh Pasal 23 terbagi menjadi dua yaitu tarif 15% dan 2%. Dasar pemotongan PPh Pasal 23 adalah penyerahan bruto. Tarif 15% diterapkan atas penghasilan dari dividen, bunga, royalti, dan hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya. Sedangkan Sewa dan imbalan atas penggunaan harta dan imbalan jasa jenis tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, dikenakan pemotongan PPh dengan tarif 2%.
Ilustrasinya adalah sebagai berikut:
Baca juga tentang:Berdasarkan Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang PPh ditetapkan penerapan tarif PPh Pasal 23 dan objek pemotongan PPh Pasal 23 sebagai berikut:
(1) Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap,atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan:
a. sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas:
1) dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPh;
2) bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f UU PPh;
3) royalti; dan
4) hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf e UU PPh;
b. dihapus;
c. sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas:
1) sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecualisewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telahdikenai Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh; dan
2) imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
Pasal 23 ayat (4) Undang-undang PPh mengatur pengecualian dari pemotongan / pemungutan PPh Pasal 23, yaitu:
(4) Pemotongan pajak PPh pasal 23, tidak dilakukan atas:
a. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;
b. sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi;
c. dividen yang dikecualikan sebagai objek PPh (Pasal 4 ayat (3) huruf f UU PPh) dan dividen yang diterima oleh orang pribadi yang telah dikenakan PPh Final (Pasal 17 ayat (2c) UU PPh);
d. bagian laba bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif (Pasal 4 ayat (3) huruf I UU PPh);
e. sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;
f. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Tatacara pengenaan PPh Pasal 23 mengalami penyederhanaan sejak diberlakukannya Undang-undang perubahan UU PPh yang keempat, yaitu Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008. Dalam aturan sebelumnya pengenaan PPh Pasal 23 dibagi menjadi dua bagian, yaitu dikenakan sebesar 15% dari perkiraan penghasilan bruto dan dikenakan dengan tarif 15% dari perkiraan penghasilan neto. Aturan ini menjadi rumit karena masing-masing sumber panghasilan memiliki perkiraan penghasilan neto yang berbeda-beda. Sehingga meskipun tarif tunggal 15%, namun karena perkiraan penghasilan neto yang ditetapkan berbeda-beda, maka menimbulkan tarif efektif yang beraneka ragam.
Menurut perubahan keempat Undang-undang PPh, Tarif pemotongan PPh Pasal 23 terbagi menjadi dua yaitu tarif 15% dan 2%. Dasar pemotongan PPh Pasal 23 adalah penyerahan bruto. Tarif 15% diterapkan atas penghasilan dari dividen, bunga, royalti, dan hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya. Sedangkan Sewa dan imbalan atas penggunaan harta dan imbalan jasa jenis tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, dikenakan pemotongan PPh dengan tarif 2%.
Ilustrasinya adalah sebagai berikut:
-> PPh Pasal 23
-> Pemotong PPh Pasal 23
-> PPh Pasal 23 Bendaharawan Pemerintah
-> Perbedaan PPh 22 dan PPh 23
-> Jenis Jasa Lain yang dikenai PPh Pasal 23
-> PP 46, Pajak UMKM
-> Surat Keterangan Bebas PP46
Selamat malam mas Handoko,,
BalasHapusKebetulan saya mulai merintis menjadi WP badan , dan bergerak di bidang jasa management. Saya dapat order dari client A (WP badan juga/ swasta) , dengan nilai 2 jt (sudah termasuk semua pajak pajak). berarti PPn saya yang bayar , sebesar (10/110)x 2 jt = Rp. 181.818
Sedangkan PPh 23 , yang 2% ,,,bisakah saya yang bayar ,,atau harus client A yang bayar ?,,hitungan PPh 23 nya ,,2% dari 2jt ,,atau 2% dari (100/110)x 2 jt ?,,
terima kasih atas jawabannya,,,salam,,
Rudy W
Selamat pagi Pak Rudy W dan selamat telah merintis usaha dan menjadi WP Badan
HapusTerkait usaha Pak Rudy, PPh Pasal 23 dipotong oleh Client A (Wajib Pajak Badan Swasta), karena salah satu Wajib Pajak Pemotong PPh Pasal 23 yang ditetapkan dalam Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah Subjek Pajak Badan Dalam Negeri.
Untuk jumlah PPh Pasal 23 yang terutang adalah sebesar 2% dari (100/110) X 2 juta yaitu sebesar Rp36.363,- jadi harus dikeluarkan dulu PPN nya.
Terima kasih atas kunjungannya
Selamat sore Pak..
BalasHapusPersh kami bergerak dalam bid jasa. Selama ini pembayaran selalu dipotong otomatis PPN dan PPH 23. dalam SSP PPN selalu tercantum NPWP persh kami, tapi dalaam SSP PPH 23 yg tercantum NPWP instansi (pemerintah). Apakah itu sudah betul? apakah bisa dalam SSP PPH 23 yg tercantum adalah NPWP persh kami, sehingga kami bisa memindah bukukan PPH 23 ke pajak PPH Final 1 %. Adakah peraturan tertulisnya bahwa yg tercantum dalam SSP PPH 23 harus NPWP instansi? Terima kasih
selamat pagi Pak Deny Nursyam
Hapusjadi begini Pak, kalau pemotongan dan penyetoran PPh Pasal 23 memang menjadi tanggung jawab pemotong, sehingga otomatis di SSP, identitas penyetor adalah identitas instansi yang melakukan pemotongan PPh Pasal 23 tersebut.
Jika memang sudah dikenai PP 46/2013 atau PPh Final 1% namun masih dipotong PPh Pasal 23, maka pilihannya adalah:
1. Dikreditkan di SPT Tahunan
2. Permohonan pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang
Untuk selanjutnya, apabila di kemudian hari tidak ingin dipotong PPh Pasal 23, Pak Deny bisa meminta Surat Keterangan Bebas (SKB) dari KPP.
Dasar Hukumnya:
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE - 42/PJ/2013 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu
terima kasih atas kunjungannya
Slamat siang,
BalasHapusMohon Infonya Pak, apakah menggunakan NPWP Bendahara Pemerintah atau NPWP pihak ketiga untuk jenis pajak PPh23??
Untuk jenis pajak PPh23 menggunakan jenis setoran apa ya jika menggunakan NPWP Bendahara Pemerintah??
Karena tidak ada jenis setoran seperti di PPh22 atau PPN yang menggunkan jenis setoran 920 Pemungut Bend APBD (Saya Menggunakan Aplikasi DJP Online)
Mohon Pencerahannya pak.
Selamat siang Pak Stevanus Tian
HapusUntuk setoran PPh Pasal 23 bagi Bendaharawan Pemerintah menggunakan NPWP bendaharawan, kode jenis setorannya
- 411124 100 untuk selain dividen,bunga,royalti dan jasa
- 411124 104 untuk jasa
terima kasih atas kunjungannya
Setelah itu bukti untuk pihak ketiga yang menyatakan kalau telah dipotong oleh bendahara pemerintah gimana pak?
HapusBendahara wajib menerbitkan bukti potong PPh Pasal 23 untuk rekanan yang dibuat manual.
HapusAda contohnya di formulir SPT masa PPh Pasal 23.
Terima kasih atas kunjungannya
Bagaimana jika pemotong pph pasal 15 bukan pemotong
BalasHapusMaksudnya Mas Abdulazis? biar tidak gagal paham.
HapusPPh Pasal 15 = Pemotongan Dan Pemungutan Pajak Penghasilan Yang Dihitung Dari Penerapan Norma Perhitungan Penghasilan Neto.
Terima kasih atas kunjungannya